Beranda
talk about social, politic, nature, and defense affairs
Monthly Archives: December 2010
Chatting (berbincang) dengan Tuhan

Medan towards 2011: doubt vs hope
MEDAN, December 20, 2010 | Year-end countdown to step closer while breakthrough policies not yet performed by North Sumatera government. On the contrarily, law violations issue seems disseminated mostly by medias; such as graft case that is reportedly to suspect Medan city mayor Rahudman Harahap. North Sumatera governor Syamsul Arifin, even faces worst scenario as Corruption Eradication Commission (KPK) declared him a suspect in a Langkat budget embezzlement case, and is still detained in Jakarta. Rumors saying that he might serve the jail period for more a hundred days.
Along with KPK released an index of provincial government performance, national public eventually addressed at North Sumatera province as the most corrupted government compared with provinces evaluated by the anti graft commission. The announcement, actually, not surprising since the Indonesian Corruption Watch has issued similar assesment earlier.
However, it is a questionable stance to find no media willing to link the disappointed ‘achievement’ with North Sumatera’s image among investors and national/International scale community. Instead, the regional government stands firm those cases unlikely ruin the administration affairs.
The economic growth, nationally, is easily to refer from Jakarta’s surveys. But not for those aim to learn economic condition in North Sumatera, particularly in Medan city as the capital. The situation has long caused apathetic stance to regard the interest, mostly from internal side. Rare finding found to hold a deep study investment oppurtunity in the province, that might need to expand more seriously. Read more of this post
Mebidang: Rencana menuju Medan metropolitan
Penyematan gelar metropolitan bagi kota Medan sering diungkapkan sejumlah media, terutama yang berbasis lokal. Dalam penelusuran di mesin pencari daring, Google, julukan kota metropolitan bagi Medan, banyak terlontar. Salah satu yang menyita perhatian adalah artikel yang dipublikasi oleh laman Indo-tourism.com, menyebutkan bahwa kota Medan termasuk dalam daftar 10 kota metropolitan di Indonesia, bersanding bersama Pekanbaru, Banjarmasin, Palembang, Balikpapan, Semarang, Makassar, Bandung, Jakarta dan Surabaya.
Namun, laman tersebut tidak melengkapinya dengan kriteria yang berhasil digondol Medan sehingga layak disebut sebagai kota metropolitan. Tetapi hanya menyebutkan uraian mengenai sejarah ringkas kota Medan dalam bahasa Inggris.
Hasil penelusuran Google yang sangat menolong adalah informasi mengenai daftar kawasan metropolitan di Indonesia, yang dapat diunduh di laman penataanruang.net. Berkas dengan ekstensi pdf (portable document file) tersebut, cukup 'mengangkat alis mata' manakala kita baca.
Kawasan metropolitan di provinsi Sumatera Utara ternyata telah diwacanakan sejak tahun 1980-an. Rencana besar tersebut melibatkan wilayah kota Medan, kota Binjai, dan kabupaten Deli Serdang. Untuk memudahkan penyebutan, kawasan tersebut diberi nama Mebidang, yang merupakan peringkasan dari nama ketiga wilayah pemerintahan tersebut.
Upaya untuk mewujudkan kawasan Mebidang ini, hendak direalisasikan menyusul beberapa studi perkotaan Kota Medan yang telah melibatkan wilayah sekitarnya dalam studi tersebut. Beberapa studi yang memperkenalkan konsep Mebidang adalah MUDS (Medan Urban Development Study) pada 1980, MULMS (Medan Urban Land Management Study) 1986 dan penilaian ADB (Asian Development Bank) atas proyek MUDP II tahun 1987.
Beberapa kutipan dari berkas penataanruang.net tersebut bahkan dengan gamblang menuturkan proyek besar yang tidak hanya berkutat pada lingkup pendayagunaan potensi kawasan metropolitan ini di tingkat lokal, namun juga diperluas hingga tingkat Internasional, yakni sebagai berikut:
"Pada tahun yang sama, Ditjen Cipta Karya Departemen PU mempersiapkan Rencana Umum Kota Kawasan Medan Raya yang merupakan rencana pengembangan kawasan yang meliputi beberapa daerah regional. Pada saat itu pengembangan kawasan metropolitan Mebidang diarahkan untuk menjadi salah satu titik pertumbuhan segitiga pertumbuhan utara IMT-GT (Indonesia Malaysia Thailand – Growth Triangle) dalam rangka menyongsong AFTA 1992.
Metropolitan Mebidang merupakan salah satu dari 6 kawasan tertentu di Indonesia sebagai Pusat Kegiatan Nasional dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)."
Pemprov Sumut akhirnya mengeluarkan Rencana Umum Tata Ruang Perkotaan (RUTRP) kawasan Mebidang Metropolitan pada tahun 1996. Pengesahan RUTRP ini merupakan tindak lanjut dari sejumlah penelitian mengenai kawasan Mebidang Metropolitan.
Lebih jauh, penataanruang.net menjelaskan terdapat 2 skenario dari perencanaan tata ruang tersebut. Perkembangan ekstensif dan perkembangan terbatas. Walau demikian, keduanya tetap memusatkan pada fungsi-fungsi utama masing kota, pusat bisnis dan keuangan di bekas lahan bandara Polonia, dan pelabuhan Belawan (untuk Medan), fungsi kota satelit di Sunggal Barat
hingga Binjai Kota (untuk Binjai). Terakhir, peran bandara di Kuala Namu akan menyatukan kota-kota di sebelah timur, Lubuk Pakam, Tanjung Morawa dan Serdang (untuk Deli Serdang).
Kendala
Dua permasalahan utama yang dinilai menghambat mewujudkan kawasan Mebidang, pada dasarnya terbagi atas dua isu, yakni isu transportasi dan lingkungan. Isu transportasi masih berkutat pada persoalan kemacetan. Pembangunan jalan tol Belmera (Belawan-Medan-Tanjung Morawa) dan jalan layang, serta proyek bandara baru di Kuala Namu, diharapkan dapat mengatasi persoalan ini. Tetapi, masih belum menunjukkan hasil yang efektif.
Di sisi lingkungan, persoalan banjir diperkirakan semakin memburuk karena pembangunan pemukiman dan pertumbuhan penduduk di sepanjang bantaran sungai. Ditambah kebiasaan buruk warga dalam pembuangan sampah ke sungai.
Dari penuturan penataanruang.net tersebut, sejumlah tanya masih juga tersisa. Utamanya, mengenai perkembangan terakhir perencanaan RTURP Mebidang ini. Termasuk agenda cadangan pemerintah bila salah satu skenario tidak atau lamban terwujud, semisal mega proyek bandara di Kuala Namu. Wah, jalan terjal menuju kawasan metropolitan ternyata masih butuh waktu panjang.
Catatan:
======
Uniknya, kabupaten Tanah Karo juga disebut-sebut berpeluang masuk dalam kawasan metropolitan ini. Nama baru juga sudah dicadangkan. Mebidangro (kita tentu sudah tahu apa arti dari kata 'ro' tersebut). Alasannya, kabupaten yang terkenal hasil pertanian ini termasuk kawasan tangkapan hujan dan air yang sangat strategis untuk pembangunan wilayah Propinsi Sumatera Utara secara keseluruhan.
Rujukan:
1. Indo-tourism.com
2. Penataanruang.net
3. Google.
Medan Metropolitan: Apa kata Wikipedia?
http://www.ananta.jissgroup.com/jurnalism/medan-metropolitan-apa-kata-wikipedia.html/attachment/214
“Medan kota metropolitan belum terwujud.” Penggalan kalimat berikut ataupun yang jua senada dengannya, pernah akrab dalam pengamatan kita sebagai warga kota Medan. Utamanya, bila kita melanggani, dan setidaknya pernah mengerling sejenak pada judul tebal di halaman muka surat kabar.
Kala teranyar saya mendapati ungkapan “Medan kota metropolitan” ini, adalah saat mengalihbahasakan artikel pewartaan yang bertumpu pada kabar 100 hari kinerja Walikota Medan terpilih 2010-2015, Rahudman Harahap. Harus saya akui, kata metropolitan yang mirip dengan nama saya pribadi sedikit ‘menggelitik’ rasa penasaran. Namun, yang paling mendorong naluri skeptis sebagaimana ihwalnya para pewarta adalah variabel yang menjadi landasan pernyataan tersebut.
Bila disarikan, penggalan kalimat mengkritisi kinerja pemerintah kota Medan ini, mengungkit kondisi jalan raya yang belum memenuhi kenyamanan para warga yang melaju di atasnya. Variabel banjir juga turut disebut kerap mengurangi nilai Medan menuju metropolitan. Maka, tidak harus heran bila mendapati pernyataan ini terucap dari seorang wakil rakyat atau anggota DPRD.
Nah, yang menjadi sorotan dalam tulisan ini adalah kata “metropolitan” tadi. Apakah metropolitan hanya sebuah embel-embel yang tersemat pada ibukota provinsi, dimana Medan menjadi ibukota provinsi Sumatera Utara? Atau hanya variabel ‘jalan raya’ dan ‘banjir’ yang menjadi poin perhatian?
Berguru ke Wikipedia
——————–
Pertanyaan-pertanyaan di atas membawa saya ke ensiklopedia daring terkemuka, Wikipedia, seusai mendapat anjuran dari paman Google. Dalam penuturannya, kata “metropolitan” disematkan bagi sebuah wilayah yang mencakup beberapa kota besar, dan saling berdekatan dari faktor lokasinya. Berikut penjelasan gamblang dari Wikipedia:
Wilayah metropolitan adalah sebuah pusat populasi besar yang terdiri atas satu metropolis besar dan daerah sekitarnya, atau beberapa kota sentral yang saling bertetangga dan daerah sekitarnya. Satu kota besar atau lebih dapat berperan sebagai hub-nya, dan wilayah metropolitan biasanya diberi nama sesuai dengan kota sentral terbesar atau terpenting di dalamnya.
Wilayah metropolitan biasanya menggabungkan sebuah aglomerasi (daerah pemukiman lanjutan) dengan zona lingkaran urban, tapi dekat dengan pusat perkantoran atau perdagangan. Zona-zona ini juga dikenal sebagai lingkaran komuter, dan dapat meluas melewati lingkaran urban tergantung definisi yang digunakan. Biasanya berupa daerah yang bukan bagian dari kota tapi terhubung dengan kota. Contohnya, Pasadena, California dimasukkan dalam wilayah metro Los Angeles, California. Bukan kota yang sama, tapi tetap terhubung.
Namun, diakui oleh situs jejaring pengumpul artikel yang sedang getol memohon bantuan dana ini, parameter atau syarat-syarat guna memenuhi pengimbuhan metropolitan masih bersifat unik. Misalnya, sejumlah negara seperti: Australia, Prancis, Uni Eropa, Jepang, Pakistan, dan Amerika Serikat, memiliki artian dan parameternya sendiri sesuai pengesahan dari badan resmi kenegaraannya.
Akan tetapi, faktor jumlah penduduk tidak layak mendapat porsi dalam penilaian metropolitan ini.
In practice the parameters of metropolitan areas, in both official and unofficial usage, are not consistent. Sometimes they are little different from an urban area, and in other cases they cover broad regions that have little relation to the traditional concept of a city as a single urban settlement. Thus all metropolitan area figures should be treated as interpretations rather than as hard facts. Metro area population figures given by different sources for the same place can vary by millions, and there is a tendency for people to promote the highest figure available for their own “city”. However the most ambitious metropolitan area population figures are often better seen as the population of a “metropolitan region” than of a “city”.
Setelah mendapati secuil definisi metropolitan tadi, apakah kita bisa dengan jumawa menyatakan bahwa Medan adalah kota metropolitan atau justru negasinya. Masih begitu pagi untuk beranjak ke pintu kesimpulan, karena belum melibatkan pakar/analis dan badan resmi nasional yang lebih berbobot untuk dirujuk.
Setidaknya ada celah kecil yang menerangi kegusaran saya akan embel-embel metropolitan tadi. Yakni merujuk pada lingkup wilayah yang terdiri atas beberapa kota, bukan satu kota. Jadi, bila kita mengupayakan “Medan menuju metropolitan” berarti ada (satu atau beberapa) kota besar lain yang akan menjadi jaringannya.
Apakah daerah proyek bandara baru pengganti Polonia, Kuala Namu, yang menjadi variabel penyempurna Medan metropolitan?
Lalu, bagaimana dengan variabel “jalan raya” dan “banjir” tadi? Apakah tidak termasuk dalam penilaian metropolitan? Bijaknya, saya harus menelisik lebih jauh lagi dari penasaran akan sebutan Medan metropolitan ini.
Atau ada yang bisa membantu memberi rujukan dan petuah? Jangan sungkan memberi komentar atau mengirim ke e-mail saya: anantapolitan@gmail.com.
Credit photo: indo-tourism.com
References: Wikipedia
===== quoted from: http://www.ananta.jissgroup.com/jurnalism/medan-metropolitan-apa-kata-wikipedia.html